Kinilah
saatnya Anda menyusuri jejak kolonial di Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu. Bukan untuk membesarkan masa kejayaan mereka di masa lalu
melainkan untuk mengenang bahwa penjajahan nyata terjadi di Nusantara.
Mintalah seorang pemandu yang dapat memaparkan tentang tempat
mengagumkan penuh nilai sejarah ini. Resapi pengalaman menyusuri setiap
sudut yang tersisa tentang bagaimana sejarah tidak hanya untuk dikenang
tetapi menjadi pelajaran agar manusia Indonesia tidak bodoh dan terasing
dengan apa yang terjadi di masa lalunya.
Begitu mengagumkan dan menggetarkan hati
saat Anda menjejak kaki di kawasan
Taman Arkeologi Pulau Onrust, Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu. Reruntuhan sisa bangunan bersejarah
berupa benteng, meriam, hingga ribuan artefaknya menjadi saksi setia
bagi anak negeri untuk mengambil pelajaran sedalam Laut Jawa yang penuh
misteri itu.

Selain
sebagai kawasan konservasi dan wisata bahari, Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu menyimpan wisata sejarah yang menarik sekaligus
menggetarkan untuk ditelusuri. Di kepulauan yang sejatinya berjumlah
sekira 342 pulau tersebut (termasuk pulau yang sudah tenggelam akibat
abrasi laut dan atau pun tidak), tersimpan peninggalan sejarah yang amat
berharga dan amat layak untuk disambangi.
Beberapa pulau di
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dulunya memang menjadi lokasi pusat
aktvitas kapal dagang dan kapal perang VOC. Sebut saja beberapa pulau
di kawasan ini, yaitu:
Pulau Onrust, Pulau Khayangan, Pulau Kelor, Pulau Bidadari, Pulau Panggang, dan Pulau Damar. Di sinilah berdiam dengan setia
sisa-sisa mengetarkan dari kekuasaan VOC yang kemudian dilanjutkan oleh
Pemerintahan Hindia Belanda.
Pulau Onrust
awalnya merupakan lokasi dari galangan kapal milik VOC yang hilir mudik
mengangkut hasil bumi Nusantara sebelum memasuki pelabuhan di Batavia
pada abad ke-17 hingga ke-18. Nama Pulau Onrust sendiri berasal dari
bahasa Belanda, yaitu onrust yang bermakna tanpa istirahat, hal itu
dikaitkan dengan keberadaannya yang sangat sibuk disinggahi kapal-kapal
VOC. Pulau ini oleh penduduk sekitar saat itu dinamai Pulau Kapal
dimana lagi-lagi disematkan karena banyaknya kapal lalu-lalang di
sekitarnya.
Pulau Onrust dapat dikatakan pusat pertahanan VOC saat itu.
Letak pulaunya strategis terlindungi
Pulau Kelor dan Pulau Cipir,
luasnya pun memadai untuk sebuah benteng yang kuat dan strategis.
Sejak
tahun 1619, ketika VOC mencengkram Pulau Jawa, Pulau Onrust yang kecil
itu dijadikan benteng pertahanan sekaligus pangkalan yang tidak pernah
sepi dari bongkar muat kapal dagang dan kapal perang. Benteng ini terus
digempur armada Laut Kerajaan Inggris sejak tahun 1800 hingga saat ini
jejak kerusakannya nampak bersama andil abrasi dari Laut Jawa.
Tahun 1803 hingga 1810 Pulau Onrust
sempat 3 kali dihujani bom besi oleh armada Angkatan Laut Inggris
pimpinan Admiral Edward Pellow, hasilnya pulau ini pun hancur lebur
hingga sebgaian tersisa seperti saat ini. Berikutnya benteng-benteng
tersebut sempat dibangun kembali tahun 1840 sebagai pangkalan oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Di pulau ini berikutnya Pemerintah Hindia
Belanda melakukan aktivitas bongkar muat logistik untuk perang. Saat
ini, Anda masih dapat menyaksikan reruntuhan dari bangunannya berupa
benteng, pelabuhan kuno, dan makam Belanda (kerkhoff) dimana salah
satunya bernisan nama Maria van Der Lende, yaitu anak petinggi galangan
kapal yang meninggal muda karena malaria.
Tahun
1930-an, Pulau Onrust sempat menjadi asrama haji sebelum diberangkatkan
ke Mekah, Arab Saudi. Nasionalisasi yang dimotori pelajar Islam
Nusantara yang berangkat haji saat itu sangat diwaspadai Pemerintah
Hindia Belanda. Oleh karena itu, calon haji diinapkan di pulau ini
dengan alasan karantina untuk beradaptasi dengan laut tetapi nyatanya
entah bagaimana nasib mereka. Pulau Onrust juga sempat menjadi lokasi
tahanan orang Jerman ketika Belanda berperang dengan Jerman (1933).
Selain itu, pulau ini pernah menjadi tempat pembuangan anak jalanan atau
gelandangan dari Kota Jakarta pada masa Orde Lama. Sejak masa Gubernur
Jakarta, Ali Sadikin, berikutnya pulau ini ditetapkan sebagai kawasan
cagar budaya.
Negeri Belanda sekarang rutin
memperingati Kekuasaan VOC secara nasional. Generasi muda mereka wajib
mengetahui tentang apa arti dan perwujudan VOC sebagai bagian dari karya
nyata dan kejayaan Kerajaan Belanda di masa lalu. Negeri Kincir Angin
itu juga mengajak Pemerintah Afrika Selatan, Sri Lanka dan India agar
ikut ambil bagian memperingati saat perayaan 400 tahun VOC pada 20 Maret
2002. Tak lupa juga mengundang Indonesia, negeri yang disadari secara
nyata bahwa sebagian besar kegiatan dan keuntungan yang diraup VOC
adalah berasal dari tanah yang dibasahi keringat dan darah manusia
Indonesia yang mereka sebut sebagai ‘inlander’.
Di Pulau Khayangan
masih tersisa bangunan benteng warisan VOC lengkap dengan meriamnya.
Pulau Kahyangan atau disebut juga Pulau Cipir memiliki peninggalan
sejarah berupa sebuah benteng dari zaman VOC. Pulau Cipir dijadikan
pulau tampungan bagi pasien kusta atau lepra dari Pulau Onrust.
Penderita penyakit lepra, kusta dan TBC diungsikan ke Pulau Onrust dan
Pulau Cipir bukan untuk diteliti dan disembuhkan tetapi untuk diisolasi
sehingga tidak menyebar. Dahulu kedua pulau tersebut dihubungkan sebuah
jembatan namun kini yang tersisa hanya pondasi sisa pijakannya yang
hancur akibat peperangan ataupun abrasi laut.

Pulau Kelor
bukanlah pulau yang besar karena luasnya kini tersisa 1,5 hektar dari
luas asal sekira 5 hektar akibat tergerus abrasi laut. Akan tetapi,
siapapun tidak akan mengira bahwa di pulau inilah dahulu tentara VOC dan
Hindia Belanda menjadikannya sebagai pertahanan pertama sebelum
berikutnya membangun benteng pertahanan di pulau lain di Nusantara.
Dahulu pulau ini juga merupakan kerkhoff atau kuburan tentara Hindia
Belanda. Di pulau ini Anda dapat menemukan sebuah benteng pertahanan
sekaligus menara pengawas yang di Eropa disebut Menara Martello (artinya
lingkaran). Fungsi bangunan tersebut awalnya sebagai menara pengawas
tetapi Pemerintah Hindia Belanda berikutnya memanfaatkannya juga sebagai
benteng pertahanan. Bentuk bangunan ini berupa lingkatan bergaris
tengah sekira 23 meter dan bertdinding setebal 2,50 meter. Awalnya
benteng ini berlapis dua tetapi lapisan terluar sudah tenggelam karena
abrasi laut. Uniknya di bagian tengah terdapat dinding melingkar untuk
menampung air bersih demi keperluan minum dan memasak pasukan penjaga
saat itu.
Pulau Bidadari juga menjadi salah satu
dari rangkaian pulau bersejarah di
Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu. Di pulau ini ada peninggalan berupa benteng dan menara pengawas
yang dibangun abad ke-17 dan lebih besar dari yang di Pulau Onrust.
Pulau Bidadari juga menjadi penunjang aktivitas Pulau Onrust. Tahun
1679, VOC membangun rumah sakit lepra, kusta dan TBC di pulau ini hasil
pemindahan dari
Muara Angke. Oleh karena itu, pulau ini sempat dinamakan
Pulau Sakit oleh penduduk sekitarnya saat itu.
Di Pulau Damar
juga berdiam sebuah mercusuar yang dibangun tahun 1879 oleh Pemerintah
Hindia Belanda atas perintah langsung dari Raja Williem III. Pulau ini
juga menurut penuturan penduduk setempat sempat menjadi pulau
persembunyian dari ratu Banten yang melarikan diri dikejar lawannya
karena diketahui bekerja sama dengan Pemerintah Hindia Belanda.
Nusantara,
negeri yang menyediakan segalanya apalagi bagi tamu yang tak diundang
dan serakah. Mereka bersembunyi di balik benteng tempat rerimbunan pulau
di Utara Batavia hingga waktu pun bicara dan mereka pun pergi dengan
berat hati.
Bagi
Kerajaan Belanda saat ini, VOC adalah sejarah yang membanggakan dengan
beberapa noda dosa saja. VOC telah memberi nilai tambah yang luar biasa
besarnya bagi rakyat Belanda berupa kemakmuran serta kekayaan kultural,
juga cakrawala baru tentang hegemoni untuk merusak tatanan dagang di
laut Nusantara yang mapan lalu menguasainya dengan tanpa batas.

Di
Kepulauan Seribu juga ditemukan beberapa makam Muslim seperti makam
Sultan Mahmud Zakaria (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau Panjang,
makam Syarif Maulana Syarifudin (kerabat Kesultanan Banten) di Pulau
Kelapa, makam legenda Darah Putih di Pulau Panggang. Di Pulau Panggang
terdapat sisa Kantor eks Asisten Resident Duizen Eilanden yang dibangun
tahun 1880-an. Ada pula beberapa makam di sini juga da makam Habib Ali
bin Ahmad bin Zen Al Aidid yang berangka tahun wafat 15 Mei 1895.
Begitu
mengagumkan dan menggetarkan hati saat Anda menjejak kaki di
pulau-pulau penuh sejarah kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Sisa bangunan bersejarah tersebut menjadi saksi setia bagi anak negeri
untuk mengambil pelajaran sedalam Laut Jawa yang penuh misteri. Saat
ini, untuk melestarikannya, pemerintah setempat berupaya menyulap sebuah
gedung lama menjadi museum sejarah untuk menyimpan benda cagar budaya
dan diorama singkat sejarah Kepulauan Seribu. Selain itu, juga akan
dibangun di
Pulau Onrust dan di
Pulau Cipir berupa gazebo agar wisatawan
dapat menikmati panorama alamnya. Harapan dari upaya-upaya tersebut
tentunya selain tetap menjaga kelestarian sejarah dan alamnya, juga demi
kepentingan pariwisata.
Jika anda tertarik ingin menginap di Kepulauan Seribu atau sekedar hanya One Day Tour, Kami siap membantu anda, hubungi reservasi kami untuk Harga Paket Kepulauan Seribu dan berbagai informasi lainnya di (021) 4586 4547 atau 0812 8671 9177.